Jumat, 18 Maret 2016

Kritik Dan Identitas Diri Berkenaan Dengan Virtual Comunity

      Teknologi memang tidak akan ada habisnya dan selalu berubah-rubah mengikuti perkembangan zaman. Mengapa demikian? Itu karena sifat manusia yang ingin belajar dan terus mencoba untuk mengejar keterbatasan-keterbatasan yang ada. Perkembangan yang tidak ada habisnya dan selalu menjadi bahan perbincangan yang menarik adalah teknologi komunikasi. Teknologi komunikasi yang setiap waktunya menunjukan perubahan dan kemajuan serta content yang dibawanya semakin lengkap dan interaktif yang akan membawa penggunanya semakin nyaman dan menyenangkan di dalam balutan teknologi komunikasi. Apa yang akan terjadi ? mungkin suatu saat nanti seseorang akan lebih tertarik membangun hubungan dengan orang lain menggunakan teknologi dan berkomunikasi lebih nyaman menggunakan teknologi bukan menggunakan kemampuan vebal dan non verbal dengan lama secara tatap muka.
      
      Virtual comunity, yang pertama kali dicetuskan oleh Rheinggold dalam The Virtual Community Homesteading on the Electronic Frontier(2000). Virtual Comunity adalah penerimaan dan penyampaian pesan menggunakan cyberspace /ruang maya yang bersifat interaktif. Virtual Comunity terbentuk karena adanya  kesamaan terhadap minat. Komunitas ini juga tidak terbatas oleh waktu tempat biaya serta kesulitan lainya. Dalam komunitas Virtual juga dikatakan sebagai cirinya adalah hubungan bersifat tidak terlalu intim dan terkesan longgar.
      
     
Yang akan saya coba bahas disini adalah kritik terhadap anggapan yang dibuat para Ahli dan keadaan sebenarnya di dunia nyata tentang komunitas virtual. Komunitas virtual ada memang merupakan dampak dari implikasi kemajuan teknologi komunikasi informasi yang berkembang pesat pada akhir dekade ini. Komunitas virtual atau komunitas maya ada karena latar belakang kesamaan minat terhadap komunitas virtual yang ada. Tak hanya minat yang sama, orang dapat bergabung dalam komunitas virtual juga didasarkan oleh motifnya, terdapat tiga motif dalam komunitas virtual, pertama adalah motif untuk menjalin hubungan antar manusia. Kedua adalah motif untuk mendapatkan informasi dan ketiga adalah motif untuk bertransaksi. Seperti komunitas di Facebook, Instagram, group line, kaskus, sosial media lainya. Dalam KBBI, Minat disini adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap suatu gairah keinginan. Permasalahanya yang muncul adalah apakah bila seorang tergabung dalam suatu komunitas virtual yang didasari bukan karena minat, tetapi karena ikut-ikutan saja karena menjadi tranding topic di masyarakat supaya dianggap kekinian dapat dikatakan virtual comunity ?. contohnya saya sendiri saya seorang yang punya beberapa akun sosial media namun saya tidak menaruh minat besar disana dan saya membuat akun tersebut hanya ikut-ikutan dan saya tidak aktif dalam berkegiatan di sosial media apakah saya dikatan anggota virtual komunity? Karena saya tidak menaruh minat disana?. Yang kedua adalah virtual comunity adalah komunitas yang hubungan diantara mereka relatif longgar bila dibandingkan komunitas organik. Pada kenyataanya ini tidak berlaku mutlak. Banyak orang yang berhasil menikah karena bertemu pertama kali pada facebbok, banyak orang pacaran yang berkenalan hanya menggunakan sosmed, orang juga dapat berkenalan dekat hingga menjadi sahabatan walaupun dia belum pernah bertemu sebelumnya. Banyak juga yang tertipu oleh komunitas virtual, mengapa demikian ? komunitas virtual atau komunitas maya yang menggunakan cyberspace untuk berkomunikasi sangat mungkin diisi dengan kontent yang tidak sesuai dengan keadaan aslinya. Misalnya, pada facebook kita menggunakan foto orang yang lebih menarik ataupun kita meggunakan aplikasi untuk mengedit gambar foto kita supaya lebih menarik. Adapun hal yang kita ciptakan adalah kepribadian yang lebih asik menarik sehingga dapat memancing lawan jenis kita untuk tertarik berhubungan dengan kita. Semua itu bebas kita lakukan, dan menjadi pilihan kita kepribadian yang seperti apa yang ingin kita tampilkan kepada publik.

Identitas diri berkenaan dengan komunitas virtual
      Diatas sudah sedikit disinggung dengan apa itu komunitas virtual dan identitas diri pada media sosial. Di Internet kita sangat bebas menggunakan identitas diri sesuai dengan yang kita inginkan. Artinya kita dapat menjadi seorang yang bukan kita dan sangat berbeda dengan kita pada kehidupan nyata. Kebebasan menggungkapan diri kita pada komunitas virtual juga dapat mengubah identitas gender seperti yang diinginkan. Seorang pria bisa menjadi perempuan begitu juga sebaliknya. Bahakan pria yang kuat perkasa yang terlihat di dunia nyata bisa disebut “laki banget” dalam komunitas virtual dapat berubah menjadi seorang lelaki yang dapat kita presepsikan sebagai laki-laki kemayu karena melihat postingan dalam sosial media seperti foto, status yang ia ciptakan sendiri. Karena ciri-ciri fisik seperti tubuh, jenis kelamin, gender dan usia menjadi fleksibel di dalam dunia maya. Yang menjadi masalah disini adalah apakah komunitas virtual ini akan menghasilkan orang-orang yang memiliki identitas diri yang ganda ?. apakah dengan adanya komunitas virtual membuat orang-orang lebih banyak berani berkomentar menggunakan sosmednya dibandingkan berbicara langsung. Apakah orang lebih tertarik dengan komunitas virtualnya dibandingakan dengan komunitas organiknya ?. jawaban semua itu adalah ada pada diri kita. Yang perlu kita tahu adalah komunitas virtual ada dan memberikan kesempatan  kepada kita  untuk menjalin hubungan dengan orang lain yang tidak terbatas waktu jarak dan biaya dengan kesulitan yang lainnya. Dalam komunitas virtual kita tidak boleh semata-mata percaya dengan orang yang baru kita kenal. Di komunitas virtual semua yang ditawarkan dalam komunitas virtual adalah palsu yang mungkin dibuat sesuai yang ingin ditampilkan seseorang di publik. Penting bagi kita mengetahui bahwa dalam teori penetrasi sosial yang menganalogikan kepribadian manusia seperti bawang yang berlapis-lapis dan dengan seiringnya berjalan waktu dan jumlah kita bertemu tatap muka dan berkomunikasi dan menjalankan hubungan yang semakin intim akan membuka lapisan-lapisan kepribadian seseorang semakin dalam. Hampir dikatakan tidak mungkin hal ini dilakukan pada komunitas virtual yang tidak bertemu dan saling kenal dapat berkomunikasi sangat intim dan mengetahui kepribadian lawan bicara secara  dalam seakan yang diketahui di dalam sosmed atau komunitas virtualnya itu benar semua tentang dia. Bisa saja hal itu hanya dibuat-buat  yang sengaja di konstruksikan di komunitas virtual untuk mendapatkan presepsi yang dia inginkan sesuai dengan harapanya.

Sumber : 
Perkuliahan Teknologi Komunikasi 17 Maret 2016
Chapter 2 Creating Community with Media : History, Theories and ScientifiC Investigations” oleh Nicholas W. Jankowski

Tidak ada komentar:

Posting Komentar