Teknologi
memang tidak akan ada habisnya dan selalu berubah-rubah mengikuti perkembangan
zaman. Mengapa demikian? Itu karena sifat manusia yang ingin belajar dan terus
mencoba untuk mengejar keterbatasan-keterbatasan yang ada. Perkembangan yang
tidak ada habisnya dan selalu menjadi bahan perbincangan yang menarik adalah
teknologi komunikasi. Teknologi komunikasi yang setiap waktunya menunjukan
perubahan dan kemajuan serta content yang dibawanya semakin lengkap dan
interaktif yang akan membawa penggunanya semakin nyaman dan menyenangkan di
dalam balutan teknologi komunikasi. Apa yang akan terjadi ? mungkin suatu saat
nanti seseorang akan lebih tertarik membangun hubungan dengan orang lain
menggunakan teknologi dan berkomunikasi lebih nyaman menggunakan teknologi
bukan menggunakan kemampuan vebal dan non verbal dengan lama secara tatap muka.
Virtual
comunity, yang pertama kali dicetuskan oleh Rheinggold dalam The Virtual
Community Homesteading on the Electronic Frontier(2000). Virtual Comunity
adalah penerimaan dan penyampaian pesan menggunakan cyberspace /ruang maya yang bersifat interaktif. Virtual Comunity terbentuk
karena adanya kesamaan terhadap minat.
Komunitas ini juga tidak terbatas oleh waktu tempat biaya serta kesulitan
lainya. Dalam komunitas Virtual juga dikatakan sebagai cirinya adalah hubungan
bersifat tidak terlalu intim dan terkesan longgar.
Yang
akan saya coba bahas disini adalah kritik terhadap anggapan yang dibuat para
Ahli dan keadaan sebenarnya di dunia nyata tentang komunitas virtual. Komunitas
virtual ada memang merupakan dampak dari implikasi kemajuan teknologi
komunikasi informasi yang berkembang pesat pada akhir dekade ini. Komunitas
virtual atau komunitas maya ada karena latar belakang kesamaan minat terhadap
komunitas virtual yang ada. Tak hanya minat
yang sama, orang dapat bergabung dalam komunitas virtual juga didasarkan oleh
motifnya, terdapat tiga motif dalam komunitas virtual, pertama adalah motif
untuk menjalin hubungan antar manusia. Kedua adalah motif untuk mendapatkan
informasi dan ketiga adalah motif untuk bertransaksi. Seperti komunitas di
Facebook, Instagram, group line, kaskus, sosial media lainya. Dalam KBBI, Minat
disini adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap suatu gairah keinginan.
Permasalahanya yang muncul adalah apakah bila seorang tergabung dalam suatu
komunitas virtual yang didasari bukan karena minat, tetapi karena ikut-ikutan
saja karena menjadi tranding topic di masyarakat supaya dianggap kekinian dapat
dikatakan virtual comunity ?. contohnya saya sendiri saya seorang yang punya
beberapa akun sosial media namun saya tidak menaruh minat besar disana dan saya
membuat akun tersebut hanya ikut-ikutan dan saya tidak aktif dalam berkegiatan
di sosial media apakah saya dikatan anggota virtual komunity? Karena saya tidak
menaruh minat disana?. Yang kedua adalah virtual comunity adalah komunitas yang
hubungan diantara mereka relatif longgar bila dibandingkan komunitas organik. Pada
kenyataanya ini tidak berlaku mutlak. Banyak orang yang berhasil menikah karena
bertemu pertama kali pada facebbok, banyak orang pacaran yang berkenalan hanya
menggunakan sosmed, orang juga dapat berkenalan dekat hingga menjadi sahabatan
walaupun dia belum pernah bertemu sebelumnya. Banyak juga yang tertipu oleh
komunitas virtual, mengapa demikian ? komunitas virtual atau komunitas maya
yang menggunakan cyberspace untuk berkomunikasi sangat mungkin diisi dengan
kontent yang tidak sesuai dengan keadaan aslinya. Misalnya, pada facebook kita
menggunakan foto orang yang lebih menarik ataupun kita meggunakan aplikasi
untuk mengedit gambar foto kita supaya lebih menarik. Adapun hal yang kita
ciptakan adalah kepribadian yang lebih asik menarik sehingga dapat memancing
lawan jenis kita untuk tertarik berhubungan dengan kita. Semua itu bebas kita lakukan,
dan menjadi pilihan kita kepribadian yang seperti apa yang ingin kita tampilkan
kepada publik.
Identitas diri berkenaan dengan
komunitas virtual
Diatas
sudah sedikit disinggung dengan apa itu komunitas virtual dan identitas diri
pada media sosial. Di Internet kita sangat bebas menggunakan identitas diri
sesuai dengan yang kita inginkan. Artinya kita dapat menjadi seorang yang bukan
kita dan sangat berbeda dengan kita pada kehidupan nyata. Kebebasan
menggungkapan diri kita pada komunitas virtual juga dapat mengubah identitas
gender seperti yang diinginkan. Seorang pria bisa menjadi perempuan begitu juga
sebaliknya. Bahakan pria yang kuat perkasa yang terlihat di dunia nyata bisa
disebut “laki banget” dalam komunitas virtual dapat berubah menjadi seorang
lelaki yang dapat kita presepsikan sebagai laki-laki kemayu karena melihat
postingan dalam sosial media seperti foto, status yang ia ciptakan sendiri.
Karena ciri-ciri fisik seperti tubuh, jenis kelamin, gender dan usia menjadi
fleksibel di dalam dunia maya. Yang menjadi masalah disini adalah apakah
komunitas virtual ini akan menghasilkan orang-orang yang memiliki identitas
diri yang ganda ?. apakah dengan adanya komunitas virtual membuat orang-orang
lebih banyak berani berkomentar menggunakan sosmednya dibandingkan berbicara
langsung. Apakah orang lebih tertarik dengan komunitas virtualnya dibandingakan
dengan komunitas organiknya ?. jawaban semua itu adalah ada pada diri kita. Yang
perlu kita tahu adalah komunitas virtual ada dan memberikan kesempatan kepada kita untuk menjalin hubungan dengan orang lain yang
tidak terbatas waktu jarak dan biaya dengan kesulitan yang lainnya. Dalam komunitas
virtual kita tidak boleh semata-mata percaya dengan orang yang baru kita kenal.
Di komunitas virtual semua yang ditawarkan dalam komunitas virtual adalah palsu
yang mungkin dibuat sesuai yang ingin ditampilkan seseorang di publik. Penting bagi
kita mengetahui bahwa dalam teori penetrasi sosial yang menganalogikan
kepribadian manusia seperti bawang yang berlapis-lapis dan dengan seiringnya
berjalan waktu dan jumlah kita bertemu tatap muka dan berkomunikasi dan
menjalankan hubungan yang semakin intim akan membuka lapisan-lapisan
kepribadian seseorang semakin dalam. Hampir dikatakan tidak mungkin hal ini
dilakukan pada komunitas virtual yang tidak bertemu dan saling kenal dapat
berkomunikasi sangat intim dan mengetahui kepribadian lawan bicara secara dalam seakan yang diketahui di dalam sosmed
atau komunitas virtualnya itu benar semua tentang dia. Bisa saja hal itu hanya dibuat-buat
yang sengaja di konstruksikan di
komunitas virtual untuk mendapatkan presepsi yang dia inginkan sesuai dengan
harapanya.
Sumber :
Perkuliahan Teknologi Komunikasi 17 Maret 2016
Chapter 2 Creating Community with Media : History, Theories and ScientifiC Investigations” oleh Nicholas W. Jankowski
Tidak ada komentar:
Posting Komentar